Buat yang baru “melek dunia” (baca: berpergian ke luar negeri), kebodohan dan kegagapan melihat perkembangan dunia di “luar sana” memang sering terjadi. Jangankan keluar negeri, pengalaman pertama naik pesawat domestik aja, kegagapan ini masih sering terjadi. Dan, kegagapan yang terasa ketika berpergian keluar negeri adalah: toilet! Kenapa toilet, karena entah kenapa kalau lagi berpergian, keinginan pipis lebih sering datang. Beda dengan kehidupan “hari-hari biasa” dimana pipis identik dengan kegiatan menjemput tita yg ngebuzz di YM ngajak pipis dan kami gunakan moment pipis tadi untuk ngobrol di sepanjang jalan dari ruangan ke toilet dan ke ruangan lagi. Lebih banyak waktu untuk mengobrol dibanding pipis :-) Beruntunglah kita tidak bekerja di kantoran, apalagi bank, yang aktivitas pipis aja dijatah pake stopwatch agar tidak lebih dari 5 menit.
Bicara soal toilet, perjalanan yang harus transit di beberapa negara (maklum, panitia membelikan kami tiket promo yang paling murah), mau tidak mau jadi membandingkan toilet. Kali ini saya diberi kesempatan mereview toilet dalam perjalanannya saya ke NGS (New Generation Seminar) yang diadakan oleh east west centre, Honolulu. Dari 3 negara yang saya singgahi, --Singapura, Jepang dan Honolulu, untuk urusan toilet, jepang lah pemenangnya. Faktor kemenangannya bukan pada kebersihan, kemodernan atau kecanggihannya. Toilet di Jepang memang canggih, tapi bukan sekedar canggih. Kecanggihan yang menurut saya, mengandung nilai kegilaan, yaitu kegilaan perhatian pada hal atau kebutuhan yang detail. Sekedar canggih itu hal yang biasa. Negara maju memang harus menghadirkan kecanggihan-kecanggihan sebagai bukti peradaban mereka yang menjunjung nilai-nilai kemanusian. Dan ini dimulai dari toilet. Kecanggihan plus nilai kegilaan pada kebutuhan atau hal yang detail ini yang menurut saya juga ada di acara takeshi castle (OOT dikit).
Kecanggihan pertama, toilet di bandara Narita memiliki tombol-tombol yang punya fungsi agak gila, di sisi kanan tempat dudukan toiletnya. Sekilas, saya pikir itu tombol mesin cuci hehe. Tapi pikiran bodoh saya pun disadarkan oleh pertanyaan saya sendiri, apanya yang mau dicuci di toilet? Setelah melihat lebih dalam lagi, tombol itu adalah tombol yang fungsinya mengatur jenis suara dan volume siraman toilet (mirip pengatur musik jadinya ya?), tombol yang mengatur tekanan air serta tombol yang menambah pengharum agar air siraman lebih wangi.
Kecanggihan kedua, adalah kecanggihan yang sudah seharusnya. Kecanggihan yang selama ini kita perjuangkan di advokasi RUU Pelayanan Publik bersama Jaringan MP3 (Masyarakat Peduli Pelayanan Publik). Toilet yang ramah terhadap mereka yang difabel, lansia, dan ibu-ibu yang hendak mengganti popok anaknya. Kecanggihannya terletak pada luasnya toilet itu. Lengkap dengan tombol merah untuk menutup dan tombol hijau untuk membuka. Menekan memang lebih mudah dibandingkan membuka pegangan pintu.
Tapi, yang bikin saya tergagap gembira adalah toilet ini memasukan satu kepentingan kelompok “minoritas” lain, yaitu orang yang hendak berganti baju. Untuk urusan kepentingan orang yang hendak ganti baju, rupanya luput dari kajian MP3. Mungkin, kepentingan untuk berganti baju di toilet umum belum dianggap sebagai kepentingan yang perlu diakomodasi. Tapi coba anda bayangkan, saya ingin mengganti bagian privat saya dan akhirnya saya enggan karena melihat antrian yang panjang. Saya mau melakukannya tanpa perlu melihat wajah misuh-misuh atau nyinyir tersembunyi dari mereka yang antri. Buat saya, ini kecanggihan dengan suatu terobosan yang kebutuhannya ada tapi tidak dipikirkan!
Kecanggihan ketiga, adalah kecanggihan yang mengandung nilai kepraktisan. Kecanggihan yang mengakomodasi kebutuhan pipis ibu-ibu yang lagi menggendong anaknya dan sang suami mungkin terlalu malas untuk menggantikan menggendong atau kebetulan tidak sedang menemani sang istri. Di dekat pintu, ada dudukan yang mudah dibuka dan ditutup (agar tidak terlalu makan tempat) sebagai tempat meletakan bayinya selama si ibu pipis. Ibu tidak perlu khawatir, karena letaknya berdekatan dengan toilet buat si ibu. Bahkan si ibu bisa pipis sambil becanda dengan anaknya.
Mungkin RUU Pelayanan Publik perlu direvisi. Siapa bilang, advokasi RUU tidak bisa menyentuh masalah nyata warga negara ini? Toilet adalah urusan yang nyata dan dekat dengan masyarakat!
Ps. Tapi rupanya, kecanggihan toilet di Jepang bisa jadi hanya di bandaranya saja. Untuk review toilet di Jepang di tempat-tempat yang bukan merepresentasikan kegengsian negara, baca tulisan farid mardin di: http://faridm88.multiply.com/journal/item/8/WC_DI_JEPANG
No comments:
Post a Comment