Ini catatan sewaktu menghadiri diskusi FGD yang diadakan oleh ITDP. Kala itu, hadir sebagai perwakilan dari MP3 (Masyarakat Peduli Pelayanan Publik) -herni
MP3 diundang untuk hadir dalam FGD yang diadakan oleh Institute for Transport and Development Policy (ITDP) pada Rabu, 3 Desember 2008 di Restoran Handayani, Matraman. Tujuan dari FGD ini adalah membicarakan kerangka kebijakan di bidang transportasi. FGD dibuka dengan presentasi mengenai tiga hal yaitu hasil penelitian tentang parkir di Jakarta, kebijakan road pricing sebagai salah satu alternatif menyelesaikan masalah transportasi di Jakarta dan pengenalan konsep Transport Demand Management (TDM).
Mas Bagus dari FAKTA memaparkan hasil penelitian yang dilakukan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) tentang revenue watch sektor perparkiran dalam memberi sumbangan bagi PAD APBD Propinsi DKI Jakarta. Persoalan parkir di Jakarta berawal dari paradigma dimana parkir ditempatkan sebagai sub sitstem public service dengan fokus manajemen untuk cari untung saja dan penerapan sistem jasa sewa lahan sehingga tidak ada tanggung jawab dari penyewa bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Di tataran implementasi, dibedakan antara parkir on street dan off street. Persoalan yang menyangkut biaya parkir on the street adalah biaya penarikan yang terlalu besar, disewakan pada para pedagang, sistem borongan/jual beli lahan, target petak parkir (misalnya Rp. 7 juta/hari di blok M), bayar dua kali (blok m dan senayan dll), mekanisme setor ke polisi, pembagian area resmi dan area fiktif, serta dikelola oleh petugas dan preman. Sementara persoalan yang menyangkut parkir off street adalah pihak pengelola swasta menganggap telah membayar double taxation sejak UU Pajak dan restribusi (1997) dan mengklaim bahwa biaya operasional tidak sesuai dengan pendapatan.
Persoalan juga ada di kelembagaan, BP Perparkiran yang diberi wewenang untuk mengelola parkir di DKI Jakarta. BP Perparkiran mengelola parkir on street saja, itupun tidak termasuk di wilayah ruang parkir yang bersinggungan dengan instansi lain seperti PD Pasar Jaya. Peraturan SK Gubernur No. 177/2000 yang menjadi dasar acuan dianggap sudah usang karena ada titik-titik parkir yang sudah hilang sehingga harus direvisi. Kondisi ini diperparah dengan masalah status kelembagaan yang tidak jelas, wewenang dan otoritas, persoalan kapasitas yang rendah dan tidak adanya lembaga pengawas. Persoalan lain yang tidak kalah penting, adalah tingkat kebocoran yang mencapai 112%. Sangat besar dibandingkan dengan potensi sesungguhnya yang belum tergali atau sudah tergali tapi bocor.
Presentasi kedua dari Masyarakat Transparansi Indonesia mengenai road pricing, yaitu salah satu kebijakan transportasi dimana pengguna kendaraan dikenakan biaya apabila melewati jalan atau area tertentu. Kegunaannya cukup penting sebagai sumber pendapatan untuk perbakan sistem transportasi, mengurangi kemacetan dan lingkungan.
Road pricing berbeda dng toll pricing. Toll pricing adalah kutipan pada ruas2 jalan tertentu, jembatan, tunnel dengan tujuan utama untuk membiayai sebagian atau seluruh biaya modal, operasi dan perawatan dari infrastruktur tsb. Sementara road pricing adalah kutipan ruas-ruas jalan atau area ttt sbg bagian dari TDM dengan tujuan menggunakan biaya sebagai alat untuk mempengaruhi sebagian pemakai jalan untuk mengubah perilkaku perjalanan mereksa sehingga kinerja lalu lintas yang telah ditentukan dapat tercapai. Sehingga, road pricing bertujuan untuk mengubah perilaku, bukan sebagai pembiayaan atas pembuatan dan pemelihraan infrastruktur.
Di negara lain, road pricing terbukti efektif menurunkan tidak saja traffic kendaraan namun juga perpindahan dari kendaraan pribadi ke transportasi atau angkutan publik dan juga lingkungan yang lebih bersih serta penghematan energi. Namun demikian, perlu ada faktor pendukung lain seperti adanya dukung kebijakan di sektor lain, political will, peran serta masyarakat.
Presentasi terakhir dari ITDP mengenai TDM, yaitu segala macam strategi untuk mengefisiensikan pererakan manusia dan barang serta pemanfaatan sdtransportasi, ruang, bahan bakar, waktu perjalanan dll. TDM mempersoalkan demand dan supply. Komponennya terdiri dari faktor-faktor pull measure yaitu faktor yang menarik orang dari kendaraan pribadinya dan faktor-faktor push measures yaitu yang menekan penggunaan kendaraan pribadi.
Sebagai penutup, forum ini membicarakan isu-isu penting yang perlu diperhatikan dalam membentuk koalisi TDM, yaitu pentingnya mengumpulkan contoh yang sudah ada, keterlibatan NGO dan masyarakat, kelemahan pemerintah dalam PR dan komunikasi kebijakan, proses eksplorasi hingga implementasi dengan seluruh stakeholder, studi cost benefit masyarakat, daftar prioritas upaya TDM, sosialisasi dan governance, serta perlu adanya juru bicara atau champion untuk membawa isu-isu transportasi publik di media massa. Tujuan koalisi ini memperhatikan aspek-aspek hukum, ekonomi, lingkungan dan sosial demi pelayanan publik di bidang transportasi yang baik di DKI Jakarta.
1 comment:
Thanks atas informasinya. Pas sekali dengan tugas saya. Jadi sangat bermanfaat. Oh ya, biar blog mbak banyak yang tau isinya. Taruh link di idonbiu.com ya, disana ada directory blog indonesia. Sekali lg makasi atas informasinya...
Post a Comment