Friday, September 11, 2009

Ramadhan 05: Khalifah Umar dan Sop Buntut

Di antara para sahabat, Umar bin Khatab adalah sahabat Rasulullah dan khalifah yang paling menarik dalam pandangan saya. Daya tariknya terletak pada sosok pendekar (hehe..), ketegasan dan integritasnya. Benang merah dari ketiga daya tariknya adalah sifat kehati-hatiannya. Hati-hati sebagai pendekar dan hati-hati sebagai pemimpin.

Umar (sok akrab bin gak sopan banget sih) terkenal berhati-hati menggunakan pedang. Alasan untuk menggunakan kekerasan, jadi penyebab utama. Beliau bukan tipe pendekar yang emosinya dengan mudahnya tersulut dengan provokasi yang menyerang dirinya sendiri. Buatnya sederhana saja, perlu ada satu alasan besar yang menjadi dasar penggunaan kekerasan dan senjata.

Sebagai pemimpin, integritas Umar bisa dibilang luar biasa. Dia sangat hati-hati menggunakan kekuasaannya. Memisahkan mana yang menjadi hak dan harta komunitas dan mana yang merupakan hak dan aset pribadinya. Contoh kecil, untuk urusan penggunaan lampu saja, Umar bin Khatab sangat ekstra hati-hati. Apakah si lampu digunakan untuk pelaksanaan tugas kepemimpinannya, atau kepentingan pribadi. Prinsipnya dalam pekerjaan pun sederhana saja, ada ketegasan antara mana yang dipakai untuk kantor/negara/publik dan mana yang tidak/pribadi. Buat Umar, kekuasaan adalah soal tanggung jawab, tanggung jawab, tanggung jawab.

Satu hal sederhana yang saya pikir sudah ditinggalkan oleh pemimpin kita, di institusi negara, di lembaga profit, dan bahkan di lembaga saya atau lembaga non-profit lainnya. Sudah mafhum bila power leads to access, to rights and privileges, incentives and even greater power. People who have given power tend to addicted to it and that's why we need check and balances mechanism. Kualitas manusia seperti Umar jarang ditemukan dan karenanya kita butuh sistem untuk memastikan nilai-nilai integritas seorang Umar bisa tetap terjaga.

Hubungannya dengan sop buntut? Rasanya tidak mungkin bagi seorang Umar bin Khattab, seandainya memimpin rapat para kapten-kapten dibawahnya, akan bicara sop buntut dan bukan substansi. Sop buntut, yang masa emasnya sudah lewat, sebagai hidangan sebuah acara penting. Seorang Umar tidak mungkin menggunakan waktu kerjanya yang berharga untuk membahas hal-hal yang tidak penting, yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan kewajibannya sebagai pejabat negara. Sayangnya, kita seringkali tidak dipimpin oleh pemimpin sekualitas Umar bin Khattab. Sehingga kita masih menghadirkan isu sop buntut, dan bukan hal-hal yang lebih substansial, ke meja rapat :)

"It's not what we eat but what we digest that makes us strong; not what we gain but what we save that makes us rich; not what we read but what we remember that makes us learned; and not what we profess but what we practice that gives us integrity.” (Francis Bacon)

Tulisannya jelek.. karena ngejar kejar tayang satu ide/tulisan satu hari, tapi udah ngantuk kecapean :)

No comments: